Menu


Isu Gibran Nyagub DKI, Pengamat: Kaderisasi Itu Butuh Kompetisi Internal, Bukan Gegara Anak Presiden

Isu Gibran Nyagub DKI, Pengamat: Kaderisasi Itu Butuh Kompetisi Internal, Bukan Gegara Anak Presiden

Kredit Foto: Fajar.co

Konten Jatim, Surabaya -

Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti gembar-gembor isu Gibran Rakabuming Raka maju di Pilgub DKI Jakarta 2024 mendatang. Terkait hal itu, Rocky menyebut PDI Perjuangan (PDIP) sebagai partai pengusung sebaiknya memperhatikan kompetisi antar kader.

Apalagi, semenjak menjabat sebagai Wali Kota Solo, kendati tak memiliki jejak politik yang cukup mumpuni sebelumnya, Gibran terus dipecut untuk meneruskan kariernya sebagai pemimpin daerah dengan lingkup yang lebih luas lagi.

Baca Juga: Sekber Jadi Bukti Koalisi PKB-Gerindra Lebih Serius dari KIB dan Koalisi Perubahan

Hal itu, tentu tak lepas dari pengaruh sang ayah yang sejak 2014 menjabat sebagai presiden.

Terkait hal itu, Rocky mengatakan, PDIP perlu mempertegas kompetisi internal partai. Katanya, partai dan sejumlah pihak yang terus menggaungkan nama Gibran, harus melupakan kenyataan bahwa ia adalah anak presiden.

“Jadi rekrutmen daerah ini juga perlu diperhatikan oleh PDIP, jangan karena Gibran anak presiden lalu jadi sorotan media, lalu disodorkan pada PDIP, PDIP bereaksi,” ujar Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu (25/1/2023).

Baca Juga: Gibran Rakabuming Siap Maju Pilgub DKI, Bukti Keinginan Jokowi Pertahankan Rezim

“Jadi sekali lagi, kaderisasi itu butuh kompetisi internal,” sambungnya.

Mengenai hal itu, Rocky lantas menyebut perubahan sistem pemerintahan Indonesia memang seringkali terjadi karena kecelakaan, bukan murni matang dan disiapkan jauh hari.

“Kita sudah mengalami satu fase di mana persiapan politik itu nggak ada, kaderisasi itu nggak ada, semua sistem perubahan pemerintahan itu kan sebetulnya karena kecelakaan,” kata Rocky.

Baca Juga: Gibran Rakabuming Siap Maju Pilgub DKI, Bukti Keinginan Jokowi Pertahankan Rezim

Rocky kemudian melempar contoh dari jejak pemimpin negara sejak era Gus Dur yang terus berlanjut hingga Jokowi. Dari semua itu, menurut Rocky, dipenuhi dengan situasi yang tiba-tiba.

“Dimulai dari Gus Dur ke Ibu Mega, dari Bu Mega ke SBYjuga diem-diem bikin pemerintahan tandingan tanpa sepengetahuan ibu mega, jadi timbul kejengkelan,” ungkapnya.

“Dari SBY ke Jokowi juga Jokowi tiba-tiba melompat-lompat lalu ada di istana, jadi yang kita sebut kaderisasi sebetulnya nggak ada,” lanjutnya.

Karena itu, Rocky berujar, seharusnya Gibran bisa belajar dari sejarah politik Indonesia. Sehingga, sebelum memutuskan terjun ke lingkup yang lebih luas, ia benar-benar terbekali dengan pengetahuan politik yang mumpuni.

Baca Juga: Anies Dituding Pengkhianat Gegara Bahas Proyek IKN, Ade Armando: Ayo, Gunakan Akal Sehat

“Orang seperti Gibran seharusnya musti baca, jejak sejarah politik Indonesia, supaya dia matangkan dirinya,” ujar Rocky.

“Demikian juga mungkin AHY, Anies lebih gampang kita baca karena ada records aktivisnya, akademisnya, tapi di daerah saya perhatikan banyak juga sebetulnya yang merasa kok suara itu muter-muter di jakarta aja,” pungkasnya.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO