Menu


Aliansi Pendukung Anies Dapat Berantakan Jika Seseorang Memaksakan Kehendaknya

Aliansi Pendukung Anies Dapat Berantakan Jika Seseorang Memaksakan Kehendaknya

Kredit Foto: Istimewa

Konten Jatim, Jakarta -

Nasdem, satu-satunya partai yang resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres (calon) 2024, menunjukkan potensi pecahnya rencana koalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal itu bisa terjadi jika tidak tercapai kesepakatan siapa akan menjadi pasangan Anies sebagai calon wakil presiden (caawapres).

Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali mengatakan bahwa sejak awal pihaknya mengutamakan untuk membahas kriteria cawapres untuk Anies Baswedan. Jika sebelum mendeklarasikan koalisi ada partai politik yang memaksakan keinginannya menyodorkan tokoh tertentu sebagai pendamping Anies, bukan tak mungkin koalisi tersebut bubar sebelum pengumumannya.

Baca Juga: Pendekatan NasDem-Khofifah Dinilai untuk ‘Gaet Suara’ Umat Islam Agar Dukung Anies

"Saya pernah mengatakan bahwa kalau ada partai yang memaksakan keinginannya atau mengunci atau memberikan syarat tertentu untuk mendukung Anies, maka saya pastikan koalisi ini akan bubar, tidak akan terjadi," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (24/1/2024).

Ali mencontohkan Partai Demokrat yang dikatakannya masih disebut sebagai calon rekan koalisi. Jika Partai Demokrat memaksakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres dari Anies, hal tersebut sudah tak sesuai dengan prinsip Partai Nasdem yang mengutamakan pembahasan kriteria.

Apalagi, dorongan agar AHY menjadi cawapres untuk Anies sudah digelorakan sebelum adanya deklarasi koalisi. Padahal, kriteria cawapres baru bisa dibahas ketika koalisi antara partai politik terbentuk dan bersepakat mengusung Anies pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Kita mencari (calon) wapres itu berdasarkan data-data yang dimiliki, jadi kriteria-kriteria itu adalah upaya untuk menutupi kelemahan, yang kurang dari Anies kan, jadi kita cari figur. Bagi Nasdem itu tidak penting siapa figurnya, tapi sesuai dengan kriteria yang kemudian bisa menuntun Anies menjadi pemenang," ujar Ali.

Ia berharap, partai politik yang ingin menjalin kerja sama dan mengusung Anies sebagai capres memiliki pandangan yang sama. Bahwa, jangan memaksakan satu sosok sebelum dideklarasikannya koalisi.

Baca Juga: Tak Gentar Majukan AHY, Demokrat Sebut Keberadaan Khofifah Tak Jadi Jaminan Menang

"Jadi kalau itu tidak diterima (keinginannya), Koalisi Perubahan tidak terjadi, artinya itu saling mengunci, itu yang sejak awal saya katakan sejak awal bahwa Nasdem menghindari itu. Kita tidak mau membicarakan koalisi setara dan saling mengunci tapi pada akhirnya membuat persyaratan," ujar Ali.

"Jangan kemudian membuat analisis sendiri bahwa figur inilah yang paling tepat mendampingi Anies. Kan subjektif kalau kemudian dianggap bahwa satu figur tertentulah yang membuat analisa sendiri dan orang yang dimaksud adalah orang mereka sendiri, itu kan tidak fair," sambung anggota Komisi III DPR itu.

Kendati demikian, ia menjelaskan, bahwa pendapat-pendapat dari sejumlah partai politik yang mendorong kadernya sebagai cawapres dari Anies merupakan bentuk aspirasi. Hal tersebut dipandangnya sebagai kedaulatan partai untuk menyampaikan pendapatnya.

"Kita bicaranya kalau Nasdem mau partai yang mitra koalisi atau ingin berkoalisi ayo kita koalisi saja dulu, kita deklarasikan dulu saja Anies. Dalam dengan ketentuan-ketentuan, untuk calon wakil kita akan bicarakan bersama sama dengan menentukan kriteria," ujar Ali.

Ia mengakui bahwa partainya mempertimbangkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai cawapres. Khofifah dinilai memiliki basis massa di Jawa Timur.

"Jadi Ibu Khofifah menjadi salah satu figur yang orang perhitungkan pastilah. Sebagai Gubernur Jawa Timur pasti punya basis massa," ujar Ali.

Baca Juga: Dituding Rusak Citra Anies, Faizal Assegaf: NasDem Memihak Khofifah Tapi Kontra Terhadap HTI dan FPI

Ali mengatakan, bahwa partainya akan meminta maaf kepada masyarakat jika nantinya Nasdem tidak bisa mendapatkan rekan koalisi untuk mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres. Rekan koalisi diperlukan karena Nasdem belum memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Kita realistis, kalau kita tidak menemukan rekan koalisi, kita harus minta maaf ke masyarakat yang mengharapkan kepada Anies. Kita tidak bisa mengusung Pak Anies, karena tidak ada partai yang mau berkoalisi," ujar Ali.

Deputi Analisa Data dan Informasi DPP Partai Demokrat, Syahrial Nasution mengaku mengetahui beredarnya nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang dikaitkan menjadi bakal cawapres untuk Anies. Ia sendiri menghargai adanya usulan tersebut yang merupakan bagian dari demokrasi.

Namun, kata Syahrial, Demokrat masih terus mendorong terealisasinya pasangan Anies dan AHY. Menurutnya, berbagai hasil survei menunjukkan tingginya elektabilitas pasangan tersebut dalam berbagai simulasi.

"Radar survei dari lembaga yang kredibel sudah melaporkan, jika Koalisi Perubahan mengusung Anies-AHY sebagai capres dan cawapres 2024, maka peluang menangnya lebih jelas," ujar Syahrial lewat keterangannya, Selasa.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan jika bakal cawapres yang akan dipasangkan dengan Anies Baswedan bukan kader PKS. Pernyataan ini menjawab soal ketidakpastian nasib Koalisi Perubahan yang hingga kini belum menemukan titik temu soal bakal cawapres Anies.

Baca Juga: Komitmen Dukung Anies Baswedan, PKS Target Deklarasi pada Februari

Aboe menegaskan, sejatinya tidak ada yang mengganjal ketiga partai dalam Koalisi Perubahan ini menetapkan nama bakal cawapres. Ia hanya menyampaikan PKS tidak ingin terlalu terburu-buru memutuskan siapa sosok yang pantas menjadi pasangan Anies Baswedan di Pemilu 2024 mendatang.

"Rasanya perkembangannya (Koalisi Perubahan) cukup positif dan bakal baik," kata Aboe Bakar kepada wartawan, di kantor DPP PKS, Jumat (20/1/2023).

Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny JA menilai, Partai Nasdem telah mengambil langkah yang berani dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Namun, langkah berani Nasdem itu, menurut Denny, mengandung risiko politik.

Menurut Denny, masalah yang dihadapi Partai Nasdem seusai deklarasi sudah mulai terlihat. Salah satunya muncul desakan dari partai-partai koalisi baru mereka, Partai Demokrat dan PKS, agar Nasdem secepatnya mengibarkan isu-isu perubahan.

Namun, bagi Nasdem, desakan itu tidak mudah direalisasikan karena hingga kini, Nasdem masih menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju. Kader Nasdem yakni Siti Nurbaya, Johnny G Plate, dan Syahrul Yasin Limpo adalah menteri-menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebaliknya, partai-partai yang ada dalam koalisi terdahulu juga tidak akan tinggal diam. Denny melihat, mereka akan mendesak Nasdem untuk membatalkan dukungannya kepada Anies atau hengkang dari pemerintahan.

"Mungkin sebulan depan, dua bulan atau tiga bulan ke depan, sebelum pendaftaran capres, dua tarikan ini yang akan keras sekali," kata Denny, Selasa.

Baca Juga: Sekber Jadi Bukti Koalisi PKB-Gerindra Lebih Serius dari KIB dan Koalisi Perubahan

Denny mengatakan, di balik pertarungan ini ada dua segmen pemilih yang berbeda. Satu sisi, ada pemilih yang puas terhadap pemerintahan Presiden Jokowi dan ingin meneruskan, sisi lain ada antitesis yang ingin membawa perubahan.

Bahkan, masing-masing segmen pemilih itu sudah memiliki sosok yang belakangan mulai kuat didorong untuk maju sebagai capres dalam Pilpres 2024. Ganjar Pranowo, misalnya, sudah didukung PSI sebagai capres mereka berdampingan dengan Yenny Wahid.

"Dia (Nasdem) akan bermain taktik, menyerahkan ke Jokowi di-reshuffle atau tidak. Tetapi, Anies tidak akan dibatalkan Nasdem sejauh mendapatkan mitra koalisi. Kita akan lihat pertarungan dua besar yang melanjutkan atau membawa isu perubahan ini," ujar Denny. 

Berdasarkan hasil survei Algoritma Research and Consulting, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan dan Prabowo Subianto merupakan tiga bakal capres dengan elektabilitas terbesar. Anies mendapatkan angka keterpilihan tertinggi hanya jika Ganjar tidak maju sebagai capres. 

Direktur Riset dan Program Algoritma Fajar Nursahid mengatakan, pada daftar nama terbuka, sebanyak 25,1 persen responden memilih Ganjar. Responden yang memilih Anies sebanyak 18,7 persen. Adapun Prabowo beroleh elektabilitas 16,6 persen. 

Sedangkan dalam simulasi tunggal tiga nama calon, kata Fajar, urutan elektabilitas tertinggi sama dengan daftar terbuka. Elektabilitas tertinggi diperoleh Ganjar sebesar 33 persen, lalu disusul Anies 27,8 persen, dan Prabowo 24,1 persen. 

Hasil berbeda baru tampak dalam simulasi tunggal dua nama calon. Simulasi pertama, Ganjar versus Anies. Ganjar menang dengan perolehan elektabilitas 41,3 persen dibanding Anies 37,5 persen. 

Baca Juga: Seruan ‘Anies Presiden’ Menggema Saat Safari ke Banten, NasDem Optimis Bacapresnya Menang di Pilpres

Simulasi kedua, Ganjar menghadapi Prabowo. Hasilnya, Ganjar menang 41,4 persen dibanding Prabowo 36,9 persen. 

Simulasi ketiga antara Anies dan Prabowo. Dalam simulasi ketiga ini, Anies menang dengan elektabilitas 40,6 persen dibanding Prabowo Subianto 36,7 persen. 

"Yang cukup kuat adalah Pak Ganjar dan Pak Anies. Pak Prabowo relatif belum," kata Fajar saat merilis hasil surveinya di sebuah hotel di Jakarta, Senin (23/1/2023). 

Survei Algoritma Research and Consulting ini dilaksanakan pada 19-30 Desember 2022. Survei ini melibatkan 1.214 responden yang terbagi secara proporsional secara nasional. Margin of error hasil survei ini kurang lebih tiga persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Partai Demokrat disebutnya akan memperjuangkan kader terbaiknya secara objektif. Terdapat banyak instrumen untuk menguji objektivitas argumentasi tersebut, misalnya adalah hasil survei dan persepsi publik yang berkembang di lapangan.

"Termasuk secara objektif posisi Ketum Demokrat Mas AHY memang bagian dari tokoh perubahan. Prestasi dan keberhasilan Mas AHY memimpin partai juga harus dihormati, seluruh kader tentu akan kecewa apabila partai yang dipimpin Mas AHY dengan prestasi yang baik ini harus diserahkan kepada orang lain," ujar Syahrial.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.



Berita Terkait