Menu


Sebut Political Cost di Atas 50 Miliar, Loyalis Ganjar: Gak Usah Pemilu, Mending Uangnya Buat yang Lain

Sebut Political Cost di Atas 50 Miliar, Loyalis Ganjar: Gak Usah Pemilu, Mending Uangnya Buat yang Lain

Kredit Foto: Antara/Syaiful Arif

Konten Jatim, Surabaya -

Pengamat sosial Rudi S Kamri menyoroti mekanisme pemilihan umum (Pemilu) yang digunakan untuk memilih gubernur di suatu wilayah. Ia masih tegas mengusulkan sebaiknya gubernur langsung dipilih oleh presiden.

Bukan tanpa sebab, Rudi mengatakan, ada sejumlah pertimbangan yang membuatnya mendukung pemilihan gubernur oleh presiden. Salah satunya yaitu mengurangi biaya Pemilu.

Baca Juga: NasDem Ancam Koalisi Bubar, PKS: Kami Optimis, Tinggal Selangkah Lagi

“Di samping itu juga untuk mengurangi political cost, karena pilkada guberur di berbaga daerah itu tidak mudah, katanya political costnya rata-rata di atas 80 miliar, atau mungkin lebih, apalagi di Jakarta,” kata Rudi dikutip dari Kanal Anak Bangsa, Kamis (26/1/2023).

Menurutnya, adanya Pemilu justru berpotensi membuang anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain bagi negara.

“Jadi ini kan resources yang terbuang percuma, dan kedua ada potensi konflik horizontal karena imbas pilgub seperti ini,” ujarnya.

“Saya kira kita sebagai bangsa mulai memikirkan kembali agar gesekan horizontal berkurang dan political cost ini juga bisa dimanfaatkan untuk yang lebih baik,” sambungnya.

Sehingga, menurutnya, seorang gubernur memang sebaiknya langsung ditunjuk oleh presiden.

“Agar presiden bisa memastikan program pemerintah pusat pasti dilaksanakan dilakukan oleh gubernur di suatu wilayah,” lanjutnya.

Rudi lantas menyinggung bakal calon presiden (Capres) Anies Baswedan yang menurutnya seringkali membangkang dari apa yang ditugaskan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Said Didu Sebut Pemerintah Tak Mampu Atasi Utang Negara, Stafsus Menkeu: Ini Fitnah!

“Jangan sampai ada pembangkangan seperti yang dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, yang menjadi rakyat malah rakyat, padahal rakyat yang mendudukkan mereka,” bebernya Rudi.

“Rakyat pada saat suaranya dibutuhkan dirayu, dipuji, tapi pada saat kepala daerah sudah jadi, kita sering jadi korban pertarungan politik para elite,” tandasnya.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024