Pengamat politik dan ahli tata negara Refly Harun mengkritik sistem pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia yang menerapkan sistem ambang batas atau presidential threshold.
Dalam hal ini, ambang batas adalah batas minimal suara yang mesti dimiliki oleh partai politik untuk memperoleh hak tertentu dalam pemilu. Hak-hak tertentu tersebut termasuk mengajukan pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres) pada pemilu berikutnya.
Baca Juga: Refly Harun Sebut Mayoritas Rakyat Khawatir Dijajah China, Ruhut Sitompul: Rakyat Mana?
Menurut Refly Harun, presidential threshold menyulitkan tokoh politik untuk mendaftarkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Padahal, sambung Refly, Indonesia sebagai negara demokrasi harus memberikan kebebasan kepada rakyatnya.
"Makanya saya bilang politik kita ini politik sontoloyo ya. Mau jadi capres aja kok beratnya minta ampun. Padahal dalam sebuah negara demokratis, biarkanlah mereka maju semua nanti biar rakyat yang menentukan," kata Refly Harun.
"Kalau seandainya presidensial threshold-nya 0, semuanya bisa nyalon dan semuanya akan berkompetisi secara bebas, fair competition (persaingan sehat). Tapi kalau politik seperti ini dibatasi, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa jadi calon presiden," imbuhnya.
Baca Juga: Refly Harun Ungkap Kemungkinan Isi Pertemuan Mendadak Surya Paloh dan Jokowi di Istana
Selain itu, Refly Harun juga berpendapat bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan akan datang harus lebih murah dari sisi biaya dan lebih mudah dalam pelaksanaannya. Jika tidak, maka hanya oligarki hanya ikut serta dalam Pemilu
"Kita harus realistis bahwa biaya Pemilu kita sangat mahal. Karena itulah sebenarnya ke depan Pemilu itu harus dimurahkan. Dimudahkan dan dimurahkan agar tidak hanya orang-orang tertentu saja yang bermain," pungkasnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO