Menu


Polarisasi Cebong, Kampret dan Kadrun: Benarkah Dipicu Presidential Threshold 20 Persen?

Polarisasi Cebong, Kampret dan Kadrun: Benarkah Dipicu Presidential Threshold 20 Persen?

Kredit Foto: Ilustrasi Republika.co.id

Konten Jatim, Jakarta -

Mahkamah Konstitusi kembali menolak penurunan angka Presidential Threshold (PT) ke interval 7-9 persen yang sempat diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beberapa waktu lalu.

Presidential Threshold (PT) 20 persen ini dinilai malah merugikan Indonesia lantaran oligarki dan polarisasi akan sangat berlelulasa.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pun membenarkan hal itu. Menurutnya polarisasi dan oligarki itu nyata terjadi sejak Pilpres 2014 dan 2019.

"Polarisasi dan oligarki akibat PT 20 persen itu adalah nyata sejak 2014 dan 2019 itu sudah menjadi pengetahuan umum," tuturnya sebagaimana Konten Jatim kutip dari kanal youtube Refly Harun, Senin (11/7/2022).

BACA JUGA: PKS Dibilang Lucu Karena Gugat Hasil Kerja Sendiri ke MK, 'Mereka Ikut Mengesahkan Dalam Rapat Paripurna Meski...'

Menurutnya untuk mengakhiri polarisasi dan oligarki harus berkaca pada saat Pilpres 2004 yang saat itu PT hanya menyentuk angka 3 persen.

"Untuk mengakhiri agar tidak ada polarisasi dan dikuasai oligarki, maka referensi tahun 2004 ketika Presendtial Treshold hanya 3 persen alias bisa dikatakan tidak ada, itu tidak terjadi polarisasi semacam ini," tuturnya.

Sehingga dengan PT 3 persen, Pilpres 2004 bisa menghadirkan lima pasang calon presiden sekaligus berbanding terbalik saat Pilpres 2014 dan 2019 yang hanya dua pasang saja.

"Kita tau bahwa dengan 3 persen bisa hadir lima calon presiden dan semua jagoan bisa menggandeng pasangannya untuk berlaga," tuturnya.

Polarisasi dan oligarki pun dikatakan Refly tidak terjadi saat Pilpres 2004.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Tampilkan Semua Halaman