Menu


Bawa-bawa Zaman Onta, Akun Gus Nadir Ogah Kitab Suci Dianalogikan Seperti Buku Petunjuk Barang

Bawa-bawa Zaman Onta, Akun Gus Nadir Ogah Kitab Suci Dianalogikan Seperti Buku Petunjuk Barang

Kredit Foto: Instagram/nadirsyahhosen_official

Konten Jatim, Jakarta -

Akun Instagram cendekiawan Nahdlatul Ulama, Nadirsyah Hosen membuat sebuah unggahan berisi penolakan terhadap cara pandang yang menganalogikan kitab suci seperti buku petunjuk barang.

Sebagai informasi, akun milik Gus Nadir, sapaan Nadirsyah Hosen, bukan hanya berisi unggahan pribadinya. Tapi juga unggahan yang dibuat oleh santri-santri pria yang kini mengajar di Monash University, Australia itu.

Dalam unggahannya pada Minggu (29/5/2022), akun Gus Nadir menilai kitab suci tidak bisa dianalogikan dengan buku petunjuk barang. Sebab manusia tidak bisa diprogram layaknya mesin.

Menurut akun Gus Nadir, menganalogikan kitab suci layaknya buku petunjuk barang adalah cara pendekatan yang keliru.

"Masalahnya, pertama, kitab suci itu mengandung banyak kalimat yang memiliki banyak arti (musytarak), dan karenanya harus ditafsirkan."

"Buku manual mesin gak butuh penafsiran," tulis akun Gus Nadir.

Akun Gus Nadir menilai, kitab suci berhubungan dengan manusia yang memiliki hati, pikiran, dan konteks sosial kehidupan.

Baca Juga: Hari Ini Weekday Pertama Pasca Pemberlakuan Rute Baru KRL, Awas Hati-hati Chaos di Manggarai! yang dari Bogor, Depok dan Bekasi Wajib Tahu!

Jadi, manusia tidak bisa disamakan dengan mesin atau robot yang bisa diprogram begitu saja.

"Itu sebabnya analogi kitab suci dengan buku manual mesin itu gak pas sama sekali," ujar akun Gus Nadir.

Lebih lanjut, akun Gus Nadir menyatakan memahami Islam tidak cukup hanya lewat teks, tapi juga harus memahami konteks. Keduanya harus dipahami dan tidak bisa ditinggalkan.

"Kalau kita melulu melihat teks maka kita akan terpaku dengan teks dan memutar kembali jarum sejarah ke jaman onta."

"Kalau kita hanya berpegang pada konteks dan melupakan teks maka kita akan seperti anak panah yang lepas dari busurnya," ujarnya.

Akun Gus Nadir menyatakan sebaik-baik urusan adalah yang berada di tengah, dalam arti diselesaikan dengan memahami teks sesuai konteksnya.

Hal inilah yang jadi pegangan para Kiai di pesantren. Ia kemudian mengutip sebuah kalimat berbahasa Arab yang berbunyi seperti ini: Al-muhafazah 'alal qadimis shalih wal akhzu bil jadidil ashlah.

Baca Juga: Inget, Nanti Sore Ada Siaran Langsung Pertandingan Timnas Indonesia U-19 di Toulon Cup, Lawan Pertama: Venezuela!

Menurut akun Gus Nadir, para Kiai pesantren terlatih untuk bisa "nyetel" dengan pas antara wahyu dan akal; teks dan konteks; nash dengan budaya; mantuq dan mafhum; azimah dan rukhsah'; dalalah dan maqashid; mana yang syari’ah dan mana yang fiqh; mana perkara ushul dan mana perkara furu’.

Karena itu, ia menolak anggapan bahwa kiai-kiai pesantren NU bersikap liberal.

"Cara berpikir 'wasatiyyah' ini membuat para Kiai tidak kesulitan menempatkan diri dalam perubahan jaman."

"Syariat Islam sesungguhnya hanya mengatur hal-hal yang pokok semata (ushuliyyah). Dan selebihnya adalah penafsiran, termasuk penafsiran yang lebih kontekstual," tutup akun Gus Nadir.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024