Menu


Jokowi: Hati-Hati Dengan Krisis Pangan, Bisa Jadi Masalah Lain

Jokowi: Hati-Hati Dengan Krisis Pangan, Bisa Jadi Masalah Lain

Kredit Foto: Instagram @jokowi

Konten Jatim, Jakarta -

Presiden Joko Widodo saat ini tengah mengkhawatirkan pangan di Indonesia. Menurutnya, permasalahan pangan yang tidak tertangani dapat merembet ke berbagai aspek, salah satunya pertikaian sosial dan politik.

"Krisis pangan, hati-hati mengenai ini, karena nanti bisa larinya pada masalah sosial dan politik," ucap Jokowi saat menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Selasa (06/12/2022).

Jokowi meminta agar permasalahan pangan ini lebih diperhatikan dan dihitung dengan baik. Kesalahan sedikit, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok akan kembali dihadapi.

Baca Juga: LSJ Tunjukkan Elektabilitas Prabowo-Ganjar Semakin di Depan, Sebagian Besar Pemilih dari Pendukung Jokowi

Tentu harga yang naik ini dapat menjadi permasahalan yang serius hingga mendapatkan banyak kontra dari masyarakat.

"Utamanya yang berkaitan dengan beras, betul-betul hitung-hitungannya itu. Betul-betul hitungan lapangan," warning Jokowi, sambil membetulkan posisi mikrofonnya.

Jokowi mengatakan bahwa perhitungan lapangan yang kurang cermat di lapangan dapat membuat cadangan beras pemerintah (CBP) habis. Kondisi ini berbahaya jika tidak diantisipasi dan kadung diketahui oleh pasar.

"Cadangan kita habis, dilihat oleh pedagang dan akhirnya harga beras pasti akan naik. Ini supply dan demand pasti akan menyimpulkan itu," tegasnya.

Baca Juga: Kaesang Diduga Miliki Puluhan Perusahaan, Pengamat Sebut Bisa Jadi Hasil dari Jokowi Manfaatkan Ini

Jokowi kembali mengingatkan bahwa situasi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karena itu, setiap kebijakan yang berhubungan dengan urusan hajat hidup orang banyak harus dihitung dengan baik. "Itu betul-betul dikalkulasi, dihitung betul-betul," pesannya.

Jokowi meyakini, kolaborasi antarkementerian adalah kunci menghadapi ancaman krisis, khususnya krisis pangan yang mulai menghantam beberapa negara.

"Jangan terjebak pada ego sektoral. Lakukan konsolidasi data, konsolidasi konsolidasi policy dan juga konsolidasi dari pelaksanaan atau implementasi," pesannya.

Warning soal ancaman krisis pangan sebelumnya juga disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arif Prasetyo Adi, pada Senin lalu. Dia mengungkapkan, cadangan pangan di Bulog dan BUMN pangan sedang kritis.

Baca Juga: Anies Terus Dihujat karena Jet Pribadi, Pendukungnya: Jokowi Dulu Juga Dibiayai Partai untuk Safari, Wajar Kan?

Ia menjabarkan, cadangan bahan pangan yang dimiliki pemerintah saat ini hanya beras, gula pasir, daging kerbau, dan sedikit minyak goreng. Itu pun, jumlahnya juga tipis. 

Misalnya, kata dia, beras yang dimiliki pemerintah adalah 515.119 ton. Padahal, kebutuhan bulanan nasional beras mencapai 2,5 juta ton. Artinya, pemerintah hanya memiliki cadangan sebesar 21 persen dari kebutuhan nasional.

Akankah krisis pangan melanda negeri ini? Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dwi Andreas Santosa menilai, ancaman krisis pangan ini bukan isu baru yang dilontarkan lembaga-lembaga pangan dunia. Namun, seringkali tidak terbukti. 

Baca Juga: Isu Reshuffle di Kabinet Jokowi, Andika Perkasa Potensial Gantikan Prabowo Sebagai Menhan

"Saya tidak percaya sama sekali krisis pangan terjadi, karena itu diungkapkan sejak 2020 oleh FAO," kata Prof Dwi kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Karena faktanya, stok pangan selalu tercukupi. Hanya saja, isu itu seakan-akan sengaja digulirkan untuk mengerek harga.

"Bisa dibayangkan sejak diungkapkan FAO, harga pangan naik terus. Siapa yang menikmati? Ya negara-negara produsen," sebutnya.

Sementara Indonesia, ketergantungan impor pada 8 komoditas utama cukup tinggi dalam 10 tahun terakhir. Catatannya, dari tahun 2008 ke 2018 impor pangan mencapai 27 juta ton. "Tahun 2020 melonjak lagi, lalu 2021 rekor baru," rincinya.

Baca Juga: Sekretaris Projo Beberkan 3 Pertanyaan di Dalam Musra, Salah Satu Soal Kepuasan Program Jokowi

Ia mengakui, persoalan pangan bukan perkara gampang, tapi jika merujuk pada data BPS, Indonesia sama sekali tidak kekurangan beras. Hingga akhir tahun, Indonesia masih ada kelebihan beras sekitar 1 juta ton lebih. Itu belum ditambah dengan produksi awal tahun 2023.

"Sangat aman, dan kita semua percaya dengan data BPS. Jadi, kenapa harus impor, jika menyakitkan petani. Karena petani dalam 3 tahun terakhir ini merugi. Dan baru sekarang mendapatkan harga bagus," terangnya.

Pakar Pangan IPB lainnya, Dr Sofyan Sjaf menilai persoalan mendasar saat ini adalah Indonesia masih belum punya data dasar, yang memuat berapa eksisting kondisi sawah yang ditanami, yang lagi produksi atau yang akan produksi. Termasuk data konsumsi beras perkeluarga dan lainnya.

Baca Juga: Hensat Sebut Jokowi Kehilangan Zona Nyaman Jelang Lengser di 2024 Mendatang

Ia mengakui bahwa Indonesia punya penyuluh desa dan penyuluh pertanian, sebagai garda terdepan untuk meng-update data-data pangan tersebut. "Tapi ketika melakukan sensus lahan pertanian itu itu engga bisa dilakukan, karena keterbatasan metodologi," terangnya.

Sementara saat ini, pendataan lahan mengandalkan satelit. Namun, tingkat akurasinya, masih kurang. "Pernah ketika saya mengecek ke lapangan, ada 10 hektar lahan di desa itu, ketika saya masuk ternyata cuma 1,5 hektar. Itupun enggak ditanami semua. jauh errornya," ungkapnya. 

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Rakyat Merdeka.